Tuesday, February 4, 2020

NOMENKLATUR SPEKTRUM FREKUENSI RADIO




Guglielmo Marconi, penemu radio


Sejak Marconi menemukan radio (1894-1899) dengan uji translatik pertamanya pada 1901. Sampai dengan tahun 1914, sesuai teknologi yang ada dan tersedia pada kala itu,  dunia radio masih terpaku bekerja pada band-band gelombang 200 meter ke atas, atau frekuensi dibawah 1,5MHz. 


Penerimaan sinyal radio "SOS" dari Titanic oleh SS Birma







Tragedi Titanic 1912 menjadi titik awal mulai dilakukannya penataan penggunaan band frekuensi pada International Radiotelegraph Convention (IRC) 1912 di London, terbitlah Radio Act 1912. Spektrum frekuensi radio yang begitu terbatas pada saat itu membuat amatir radio nyaris tidak kebagian alokasi frekuensi. Namun demikian justru disinilah saat-saat dimana amatir radio mulai merambah ke frekuensi yang lebih tinggi, yaitu frekuensi diatas 1,5 MHz atau panjang gelombang dibawah 200 meter.

Dalam kurun waktu 1914-1917, hampir seluruh spektrum frekuensi diatas 1,5 MHz tersebut mulai dikuasai para amatir radio, hingga dijuluki sebagai "crossboy band", yaitu bandnya para perambah. Hingga akhirnya menjelang Perang Dunia I, dunia radio baru menyadari bahwa justru pada crossboy band itulah merupakan "the gold band", dimana orang dapat  melakukan komunikasi radio jarak jauh dengan daya yang relatif kecil. 

Nomenklatur (tata penamaan) Band Spektrum Frekuensi Radio yang lazim dipakai pada saat itu adalah:
  • LW (Long Wave) / Gelombang Panjang - untuk gelombang diatas 600 meter
  • MW (Medium Wave) / Gelombang Menengah - gelombang 600 sd. 200 meter
  • SW (Short Wave) / Gelombang Pendek - gelombang 200 meter kebawah. 

Pada tahun 1925, amatir radio dari 23 negara berkumpul di Paris dan membentuk IARU. Selanjutnya pada IRC 1927 di Washington, dilakukanlah penataan band gelombang pendek (SW).
Hasilnya Radio Act 1927, Amatir Radio diberikan alokasi frekuensi menempati band 160m, 80m, 40m, 20m dan 10m. Selebihnya ditempati oleh berbagai dinas radio lainnya diataranya radio siaran, maritim, penerbangan, militer, pemerintahan, komersial, dll.

Teknologi yang terus berkembang memungkinkan radio mulai dapat  bekerja pada frekuensi yang semakin tinggi lagi, yaitu diatas 30 MHz. Pada International Telecommunication Convention (ITC) tahun 1932 di Madrid, maka dibuatlah tata penamaan baru band spektrum frekuensi radio menjadi :
  • VLF (Very Low Frequency) - frekuensi dibawah 30 kHz
  • LF (Low Frequency) - 30 sd. 300 kHz
  • MF (Medium Frequency) - 300 sd. 3.000 kHz
  • HF (High Frequency) - 3 MHz sd. 30 MHz
  • VHF (Very High Frequency) - 30 sd. 300 MHz
  • UHF (Ultra High Frequency) - 300 sd. 3.000 MHz
  • SHF (Super High Frequency) - 3 sd. 30 GHz
  • EHF (Extremly High Frequency) - 30 GHz ke atas.

Dengan nomenklatur baru tersebut, gelombang SW (shortwave) saat ini dikenal sebagai band HF (High Frequency).
Tahun 1927 stasiun televisi mulai mengudara  dan radio siaran FM (wideband) pada 1933, di band VHF (Very High Frequency). 
Pada ITC di Kairo tahun 1938, Amatir Radio menerima tambahan porsi alokasi di spektrum HF (High Frequency) yaitu band 15 meter, dan VHF band 56 MHz, 112 MHz dan 224 MHz. 

Keadaan ini masih berubah-ubah, hingga pada ITC Alantic City tahun 1947, dilakukan lagi penataan band VHF dan UHF untuk TV channel, penerbangan, pemerintah dan amatir. Dimana amatir radio menempati alokasi barunya di VHF dan UHF pada band 50 MHz,144 MHz dan 430 MHz.

No comments:

Post a Comment