KISAH HEROIK AMATIR RADIO - DICK TAMIMI


DICK TAMIMI YBØAC (SK)

Mohammad Sidik Tamimi populer dengan panggilan Dick Tamimi adalah seorang militer pejuang kemerdekaan, pengusaha dan juga amatir radio. Perwira penerbang Angkatan Udara RI yang sangat berperan  pada masaPemerintahan Darurat Republik Indonesia (1948-1949)

Dick Tamimi 
Lahir di Karawang, 13 Februari 1922 pria ini memilih udara sebagai tempat eksistensi diri. Mulai dari penerbang, radio amatir hingga pengusaha studio rekaman musik. Ketertarikannya pada elektronika radio dimulai saat Dick remaja hobi mendengarkan radio, kemudian mulai mengutak-atik radionya. Tahun 1941 Dick mengikuti pendidikan di Technische Hoogeschool Bandung (sekarang ITB) jurusan elektro. Masuknya tentara Jepang tahun 1942 ke Indonesia mengubah situasi belajar para mahasiswa di Bandung. Jepang mengarahkan para pemuda pada kegiatan fasisme seperti Seinendan-Keibondan dan Pembela Tanah Air (PETA). Dick Tamimi memilih meninggalkan kampus dan kembali ke Jakarta. Ia membuka bengkel reparasi radio diberi nama “Reparasi Toendjoek”  di daerah Menteng Raya. 

Setelah kemerdekaan RI,  pada 23 Agustus 1945 pemerintah mengumumkan hasil rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tentang pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Berbekal kemampuan elektronika radio, Dick Tamimi memutuskan bergabung dengan Batalyon Perhubungan (PHB) Siliwangi di Resimen IV Tangerang dan mendapat pangkat Letnan Dua. Selanjutnya dipindah tugaskan ke PHB Siliwangi Pusat yang berkedudukan di Tasikmalaya dengan pangkat Letnan Satu. Tahun 1947, Dick Tamimi dipinjam oleh Angkatan Udara Republik Indonesia /AURI (sekarang TNI-AU) dan ditempatkan di wilayah Sumatera, dibawah pimpinan Komodor Udara Halim Perdana Kusuma, bersama  Opsir Udara Dua Iswahyudi.

Dick Tamimi yang sudah menjadi Letnan Penerbang serta kemampuan berbahasa inggris yang baik, maka bersama Ferdy Salim (keponakan dari H. Agus Salim, juga kakak dari Emil Salim) dipercaya menjalankan misi pembelian barang-barang militer seperti senjata, radio komunikasi, dan kendaraan dari Singapura dan Bangkok. Diantara misi terpentingnya adalah menjajaki pembelian pesawat terbang militer pertama Republik Indonesia. Tahun 1947 RI memang memiliki beberapa pesawat dari hasil rampasan peninggalan penjajah Jepang maupun Belanda.

Wakil Presiden Mohammad Hatta kemudian menerapkan kebijakan ekonomi yang unik, yaitu mengumpulkan emas atas kerelaan pribadi warga Sumatera Barat untuk dibelikan pesawat terbang dan kebutuhan militer lainnya.  Lewat perantaraan broker asal Burma bernama Savage, Dick dihubungkan dengan Paul Keegan, seorang eks penerbang Royal Australian Air Force (RAF) veteran Perang Dunia II. Paul hendak menjual pesawat Avro Anson miliknya dan setuju menjualnya seharga 12 kilogram emas. Avro Anson itu pun diterbangkan ke Lapangan Gadut, Bukittinggi awal Desember 1947. Namun untuk dapat segera menguangkan emasnya, Paul meminta pembayaran dilakukan di Songklha, Thailand. Avro Anson pun diterbangkan ke Thailand, turut serta sebagai penumpang seorang broker dari Singapura, Dick Tamimi, Is Yasin, Aboe Bakar Loebis (bendahara pengumpulan emas), dan Halim Perdana Kusuma yang ikut dengan maksud meminta bantuan dari angkatan udara Thailand.


Rupanya membawa sejumlah besar emas masuk ke negara lain jadi masalah, setibanya di Thailand mereka akan ditangkap dengan tuduhan penyelundupan. Dick Tamimi dan kawan-kawan melarikan diri lewat darat melalui jalur Penang-Singapura-Bukittinggi. Sedangkan pesawat dilarikan oleh Halim Perdana Kusuma dan Iswahyudi. Namun saat mencapai Singapura, tanggal 17 Desember 1947 Dick dikejutkan oleh telegram bahwa Avro Anson telah jatuh di Pantai Selat Malaka karena kehabisan bahan bakar. Jenazah Halim Perdana Kusuma berhasil diketemukan, sedangkan jenazah Iswahyudi tidak diketemukan.  Dick berhasil kembali ke Bukit Tinggi.

RADIO PERJUANGAN PEMERINTAHAN DARURAT
Perjuangan “udara” Dick Tamimi terus berlanjut, yaitu pada saat Agresi Militer Belanda kedua. Pihak Belanda berulang kali menyiarkan berita radio bahwa Pemeringah RI sudah bubar dan presiden serta wakil presiden RI telah ditangkap pada 19 Desember 1948. Namun sebelum ditangkap Soekarno dan Hatta sempat mengadakan rapat yang memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan sementara.

Mr. Sjafruddin Prawiranegara membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan kabinet daruratnya. Dijalankan berpindah-pindah tempat di Sumatra Barat, dari Halaban, Bangkinang, hingga Pekanbaru. Tak selalu dengan mobil, terkadang mereka menaiki rakit atau berjalan kaki puluhan kilometer untuk berpindah tempat. Dimulailah perang informasi radio, dengan menyiarkan bahwa Pemerintah RI tetap berjalan. Kondisi PDRI yang selalu bergerilya keluar masuk hutan itupun diejek oleh radio Belanda sebagai Pemerintah Dalam Rimba Indonesia.

Dick Tamimi sebagai teknisi dan operator Radio PDRI menjadi salah satu kunci bertahannya pemerintahan darurat Mr. Sjafruddin. Saat diwawancara wartawan Indonesia Raya, Mr. Sjafruddin mengatakan “kalau tidak ada Dick Tamimi, pemerintahan darurat tidak ada artinya”.
Keberhasilan terbesar Dick Tamimi melalui radionya dengan callsign PK-UDO, adalah dapat melangsungkan komunikasi dengan Menteri Luar Negeri PDRI Mr. Maramis yang berada di New Delhi, India. Yang kemudian menghasilkan Resolusi DK-PBB  yang memerintahkan gencatan senjata, terhadap Belanda di Indonesia.

Dick pensiun dari AURI tahun 1953 berpangkat kapten dengan jabatan terakhir Kepala Jawatan Radio di Bandara Andir, Bandung (sekarang Bandara Husein Sastranegara). Sebelumnya Dick sempat mendapatkan wing penerbang militernya pada tahun 1950. Dick Tamimi pun beralih menjadi pengusaha studio rekaman yang cukup dikenal pada saat itu, karena memproduseri puluhan album musik Indonesia yang menjadi hits, diataranya grup band Koes-Ploes.


DICK TAMIMI SEORANG AMATIR RADIO
IAR YBØAC
Sebagai penggemar hobi radio amatir, pada 1950 Dick bergabung dalam wadah PARI (Persatoean Amatir Radio Indonesia). Sejak Pemerintah RI menerbitkan  PP No. 21 tahun 1967 tentang Amatirisme Radio, dan terbentuknya ORARI pada 9 Juli 1968, Dick mendapatkan callsign YBØAC.

Pada masa itu Dick dikenal sebagai amatir radio yang memiliki peralatan radio  paling canggih di Indonesia, maklum saja radio yang digunakan berkelas perangkat militer. Seorang senior amatir radio Hasan Koesoema Ardiwinata YBØAH, wakil ORARI yang duduk di DETELRI juga salah seorang penguji awal ujian amatir radio, pernah menulis dalam artikelnya berjudul “Pengalaman merakit Transceiver SSB” bahwa perangkat  radio SSB yang dipakai Dick Tamimi pada dekade 1950-an merupakan perangkat berkualitas  yang tidak mudah didapat di dalam negeri saat itu. Namun Ardiwinata juga mengenang Dick Tamimi sebagai seorang yang tidak pelit membagi ilmu tentang radio amatir kepada junior-juniornya. Dick juga dikenang mampu merakit perangkat homebrew untuk  melengkapi stasiun radionya. Hobby amatir radio ini dilanjutkan oleh putera beliau yaitu Allan Tamimi YCØBXG yang juga telah silent key pada 1 Oktober 2014.


REFERENSI :
Dick Tamimi di Udara dia Jaya – KomunitasAleut.com
Allan Tamini YC0BXG (SK)




No comments:

Post a Comment